Pict. iStock |
Pernah melihat seorang anak menangis hingga menjerit di tengah keramaian? Lalu, saat diajak bicara, si anak justru tidak mengindahkan bahkan ia pun melempar benda apapun yang bisa dilempar. Itulah yang biasa disebut dengan Tantrum.
Tantrum merupakan ledakan emosi yang tidak terkendali dan terjadi secara tiba-tiba, biasanya ditandai dengan marah, menangis, menjerit, atau bahkan melakukan tindakan fisik seperti memukul, menendang, atau melempar benda. Tantrum sering dialami oleh anak-anak kecil, terutama yang berusia antara 1 hingga 4 tahun, karena pada usia ini, mereka belum sepenuhnya bisa mengelola emosi atau pun mengekspresikan keinginan dan kebutuhan mereka secara verbal. Namun, tantrum juga bisa terjadi pada orang dewasa ketika mereka merasa frustasi atau kewalahan.
Penyebab tantrum bisa bermacam-macam, seperti rasa lapar, kelelahan, kebosanan, atau kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Tantrum umumnya bersifat sementara, dan seiring bertambahnya usia, anak-anak belajar cara yang lebih baik untuk mengatasi emosi mereka.
Ciri-Ciri Tantrum.
Ada beberapa ciri anak yang mengalami tantrum, diantaranya:
Ekspresi emosi yang ekstrem. Anak atau individu mungkin menunjukkan amarah yang sangat intens, seperti berteriak, menangis, atau bahkan menjerit.
Perilaku fisik yang tidak terkendali. Ini bisa termasuk menendang, memukul, berguling-guling di lantai, atau melempar barang.
Sulit diajak bicara atau ditenangkan. Ketika seseorang sedang mengalami tantrum, mereka mungkin tidak merespons upaya untuk menenangkan atau berdiskusi.
Pict. iStock |
Durasi yang bervariasi. Tantrum bisa berlangsung beberapa menit hingga lebih lama, tergantung pada penyebab dan respons terhadap situasi.
Terjadi ketika merasa frustasi. Biasanya, tantrum muncul ketika ada perasaan tidak nyaman, kelelahan, lapar, atau saat keinginan individu tidak terpenuhi.
Penyebab Tantrum.
Ada beberapa penyebab yang bisa membuat seorang anak menjadi tantrum, diantaranya:
Frustrasi komunikasi. Anak-anak yang belum dapat berbicara dengan baik seringkali merasa frustasi karena tidak dapat menyampaikan apa yang mereka inginkan atau rasakan.
Kelelahan atau lapar. Kondisi fisik ini sering memicu tantrum karena anak menjadi lebih mudah tersinggung.
Kebutuhan perhatian. Beberapa anak mengalami tantrum sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dari orang tua atau pengasuh.
Tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Ketika anak dihadapkan pada pembatasan atau larangan, mereka mungkin mengungkapkan kekecewaan mereka dengan cara yang berlebihan.
Stres lingkungan. Lingkungan yang terlalu ramai atau stimulasi berlebihan juga bisa menyebabkan anak merasa kewalahan, yang berujung pada tantrum.
Tipe Tantrum.
Ada 3 tipe tantrum yang mesti diketahui, diantaranya:
Tantrum Manipulatif. Anak menggunakan tantrum untuk mencoba mengendalikan situasi atau orang lain, misalnya untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
Tantrum Frustasi. Tantrum yang terjadi ketika anak merasa tidak mampu menyelesaikan tugas atau tidak bisa mengungkapkan kebutuhannya.
Tantrum Kelelahan. Ketika anak merasa sangat lelah, mereka lebih mudah kehilangan kendali atas emosi, sehingga tantrum lebih mungkin terjadi.
4 Cara Mengatasi Tantrum.
Nah, sebagai orangtua tentunya kita harus memiliki cara yang tepat agar dapat mengatasi tantrum pada anak, diantaranya:
- Tetap tenang. Orang tua atau pun pengasuh anak, harus berusaha tetap tenang dan tidak merespons anak yang sedang tantrum dengan emosi, karena hal itu akan membuat anak menjadi bertambah emosi bahkan melempar barang-barang.
- Berikan ruang untuk meredakan emosi. Biarkan anak menenangkan diri, akan tetapi kita harus tetap awasi untuk memastikan keamanan mereka.
- Alihkan perhatian. Mengalihkan perhatian anak ke hal lain sering kali bisa membantu menghentikan tantrum.
- Berkomunikasi setelah tantrum. Setelah tantrum selesai, jelaskan kepada anak dengan lembut tentang apa yang terjadi dan bantu mereka memahami cara mengekspresikan emosi dengan cara yang lebih baik.
Pict. iStock |
Tantrum lebih umum terjadi pada anak-anak, dan merupakan bagian dari perkembangan normal anak-anak. Seiring pertumbuhan dan perkembangan mereka, anak-anak biasanya belajar mengelola emosi dengan lebih baik dan memahami cara yang lebih sehat untuk mengekspresikan frustrasi atau pun keinginannya.
Tidak ada komentar
Terima Kasih telah berkunjung, namun maaf jika tidak Saya publish komennya yang mengandung unsur SARA dan link hidup